Thursday

Strategi Pembangunan Pertanian Indonesia yang Lebih Baik

         Program pembangunan pertanian di Indonesia dalam PJP II ditetapkan lebih berorientasi pada pengembangan agribisnis. Salah satu sasarannya adalah peningkatan mutu hasil pertanian baik untuk tujuan pemenuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Program pemerintah dalam peningkatan mutu hasil pertanian sejalan dengan  Putaran Uruguay-GATT mengenai Perjanjian Sanitasi dan Phitosanitasi yang merupakan-peraturan yang dipergunakan untuk melindungi hidup dan kesehatan manusia. Program pemerintah dalam peningkatan mutu hasil pertanian ini sejalan dengan tuntutan konsumen baik dalam negeri maupun luar negeri mengenai mutu dan keamanan produk.
            Dalam rangka program pembinaan dan pengawasan mutu tersebut, maka untuk peningkatan mutu dan keamanan produk pertanian ditetapkan Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Mutu Hasil Pertanian Terpadu berdasarkan konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) sebagai sistem mutu. Pedoman sistem mutu ini dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan, efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan mutu hasil pertanian tanaman pangan dan hortikultura untuk menghasilkan produk-produk yang bermutu tinggi, sehingga dapat bersaing dalam pasaran internasional.
            Mutu hasil pertanian umumnya bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang kadang-kadang sangat kompleks mulai dari jenis spesies,lahan, daerah budidaya yang sangat dipengaruhi oleh agroklimat,kualitas tanah dan air,saprodi yang digunakan,tenik produksi yang diterapkan,bahkan musim yang kadang-kadang berubah,tidak dikendalikan maupun diramalkan secara tepat,umur panen,teknik panen,handling,penggudangan,teknik transportasi dll.
            Dilain pihak konsumen baik masyarakat luas terutama agroindustri sangat menghendaki kepastian mutu produk yang dibelinya,dan cenderung untuk memilih produk pertanian yang sudah jelas mutunya yang sesuai dengan yang dikehendaki dan memuaskan. Hal ini terutama didukung dengan adanya pasar bebas dalam era globalosasi dimana saja dan negara tidak akan mampu membendungnya, bahkan bebagai kesepakatan misalnya AFTA, APEC justru mendukung kondisi tersebut.
            Banyak masalah yang perlu di perhatikan dan dipecahkan agar kita dapat memproduksi hasil pertanian yang bermutu baik dan konsisten walupun kadang-kadang amat sulit diusahakan  terutama yang berkaitan dengan faktor alam. Kendatipun demikian tetap harus diusahakan dengan pertimbangan kelestarian pasar, pendapatan petani, memajukan ekonomi dan akhirnya pembangunan pada umumnya. Untuk dapat mengupayakan hal tesebut diatas maka perlu dicari teknik atau cara yang efektif baik ditinjau dari biaya, kondisi tenaga kerja, jenis komoditi serta keinginan pasar.
            Salah satu teknik yang perlu di pertimbangkan adalah dengan menggunakan prinsip HACCP dengan alasan bahwa teknik tersebut dinilai sangat efektif untuk menjamin mutu khususnya untuk produk-produk pangan yang berkaitan dengan kesehatan,kelayakan sebagai bahan pangan maupun pertimbangan ekonomi. HACCP sudah dangat luas diterapkan pada industri pangan didunia dan saat ini telah mulai dirintis pada tingkat yang lebih hulu yaitu pada tingkat produksi atau budidaya. penerapan HACCP pada agroindustri pangan relatif lebih mudah dibandingkan pada tahap produksi  karena baik manajemen, cakupan usaha maupun tenaga kerja relatif lebih mendukung.
            Berbeda dengan sektor produksi dimana faktor alam (agroklimat) sangat berpengaruh,melibatkan banyak tenaga kerja petani yang sangat beragam dengan kondisi yang sangat kurang disamping cakupan usaha yang sangat panjang mulai dari pemilihan lahan,saprodi, teknologi,panen,handling dan teansportasi serta pergudangan. Oleh sebab itu maka perlu adanya penyederhanaan pemahaman dan operasionalnya ditingkat petani, tetapi konsepsi HACCP tetap tercermin sebagai dasar pendekatan.
            Di dalam penyediaan (proses produksi) bahan pangan maka mutu bahan pangan yang dihasilkan menjadi perhatian utama, terutama yang berhubungan dengan aspek kebersihan/kesehatan, keamanannya untuk dikonsumsi dan aspek ekonomi (wholesomeness, food safety dan economic fraud). Untuk menghasilkan bahan pangan dengan mutu yang baik maka proses produksi harus dilakukan dengan cara produksi yang baik yang diantaranya dengan mempraktekkan cara-cara bertani/produksi yang baik
            Untuk memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi mempunyai mutu yang baik maka dewasa ini dikembangkan konsep manajemen mutu yang tidak hanya dititikberatkan pada produk akhir, akan tetapi pengawasan dari tahap awal sampai dengan akhir. Konsep tersebut dikenal dengan Hazard Analysis Critical Control Point(HACCP) yang sampai saat ini kebanyakan baru diterapkan pada industri-industri pengolahan bahan makanan.
            Di dalam pelaksanaannya, apabila suatu rancangan HACCP sudah ditetapkan untuk suatu proses produksi maka diperlukan prosedur-prosedur baku untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian-bagian dari proses tersebut. Prosedur-prosedur ini berupa Standar Prosedur Operasi (SPO) yang merupakan petunjuk teknis baku yang singkat yang minimal berisi tujuan, ruang lingkup, tanggung jawab dan prosedur atau urutan langkah-langkah dalam melakukan suatu kegiatan tertentu yang harus diikuti dan dipatuhi oleh orang-orang yang melaksanakan. Tujuan dari ditetapkannya SPO adalah menetapkan prosedur yang baku untuk menjamin bahwa setiap kegiatan dalam suatu proses dilaksanakan dengan baik dan benar sehingga pada akhir proses nantinya dapat dihasilkan produk seperti yang diharapkan, baik kualitas maupun kuantitasnya.
            Dalam hubungannya dengan hal tersebut di atas terutama untuk menyongsong era pasar bebas yang tidak lama lagi akan diberlakukan maka pembangunan bidang pertanian harus berorientasi pada efisiensi dan peningkatan produktivitas hasil pertanian. Salah satu upaya yang mungkin harus diprioritaskan adalah dilakukannya standardisasi proses produksi hasil pertanian yang dituangkan dalam suatu program jaminan mutu berdasarkan konsep HACCP. Program tersebut di dalam operasionalnya dapat dijabarkan menjadi SPO-SPO yang wajib dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat.
            Pedoman pembinaan dan pengawasan mutu hasil pertanian tanaman pangan dan hortikultura ini merupakan pedoman dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan mutu hasil pertanian bagi lembaga-lembaga pemerintah, swasta dan lain-lain yang bergerak dalam bidang agribisnis untuk meningkatkan mutu hasil pertanian. HACCP adalah teknik pengendalian mutu yang mampu memberikan jaminan mutu yang jelas dan mempunyai pendekatan mutu kesehatan yang sangat menonjol disamping mutu kelayakan sebagai bahan pangan maupun pertimbangan menekan kerugian ekonomi selama proses produksi. Oleh sebab itu penerapan HACCP diharapkan dapat memberikan keyakinan kepada konsumen termasuk agroindustri dalam pemenuhan pasokan bahan baku sehingga diharapkan dapat memperoleh kepastian pasar yang akan sangat berpengaruh pada kontinyuitas usaha atau konsep agribinis dapat berjalan
            Karena terdapatnya jaminan mutu ditingkat petani melalui pengendalian mutu yang diakui maka penerapan HACCP dapat digunakan sebagai pertimbangan formal dalam hubungan kemitraan antara kelompok petani sebagai plasma dengan pihak agroindustri/pemasaran sebagai inti. Hal ini sangat diperlukan untuk saling mengikat tidak saling menyalahkan apabila ternjadi masalah mutu dikemudian hari karena pihak inti mempunyai kewajiban untuk menerima hasil pertanian yang mempunyai kriteria mutu yang telah ditetapkan, sedangkan petani melakukan usaha taninya dengan teknik tertentu guna mencegah kerusakan dan memenuhi kriteria mutu yang telah ditetapkan. Tentu saja jaminan mutu tersebut tidak dapat 100 % terpenuhi karena masih terdapat faktor alam yang kadang-kadang sulit diantisipasi dan sulit ditanggulangi. Dalam hal ini perlu adanya pengertian dari kedua belah pihak yang tentu saja harus disepakati dalam perjanjian kemitran tersebut misalnya adanya grading mutu
            Keuntungan lain yang diharapkan adalah tercapainya efisiensi yang lebih tinggi,karena segala pekerjaan telah terencana dengan baik dan dipilih teknik dan saprodi yang sudah diyakini mempunyai produktivitas tinggi.Karena petani dapat bekerja lebih  efisien maka diharapkan dapat menekan produksi dan pada akhirnya dapat memperoleh keuntungan dan meningkatnya pendapatannya secara mikro. Sedangkan secara makro, peningkatan efisiensi ditingkat produksi akan merupakan modal utama dalam menghasilkan produk yang kompetetif terutama dalam hal harga disamping mutu (karena menggunakan HACCP). Hal ini akan sangat mempengaruhi peningkatan kinerja pertanian pada khususnya dan agribisnis pada umumnya
            Oleh sebab itu penerapan HACCP ditingkat produksi harus dipandang sebagai suatu alternatif yang menjanjikan dan bukan suatu yang memberatkan sesuai dengan sifat dari konsepsi HACCP yang ilmiah,sistematis dan pragmatis/praktis. Keyakinan tersebut  harus tertanam baik oleh pengambil keputusan,pembina/penyuluh,petani ataupun kalangan industri hasil pertanian sehingga kesepakatan mudah dicapai,pekerjaan mudah dilaksanakan dan kriteria mutu mudah dipenuhi.
            Sebelum konsepsi HACCP  diterapkan pada tingkat produksi pertanian dipersiapkan terlebih dahulu hal-hal yang sangat menentukan keberhasilan penerapan HACCP. Petani tidak mungkin dapat menerapkan HACCP secara sendiri-sendiri,tetapi harus berkelompok. Hal ini mudah dipahami karena hasil dari para petani diharapkan mempunyai mutu yang seragam, sedangkan petani sendiri tidak/sulit mengerti apa itu HACCP. Oleh sebab itu suatu kelompok petani yang bekerja disuatu hamparan atau wilayah tertentu yang menpunyai sifat agroklimat dan sifat-sifat fisik lain yang relatif seragam (misalnya kualitas tanah,air, kelembaban, suhu, curah hujan,potensi dll) harus ditentukan terlebih dahulu
            Penentuan (pemilihan)kelompok tersebut harus dipersiapkan untuk dapat meyakini bahwa usaha yang akan dilaksanakan merupakan alternatif yang dapat memperbaiki usahanya. Kelompok tersebut harus kompak, disiplin dan selalu bekerja sesuai dengan teknik yang telah disepakati. Kelompok tersebut harus diberikan beberapa pengertian tentang cara bertani yang baik(CCB) yang akan mendasari pelaksanaan HACCP.Hal ini sangat penting karena HACCP tidak mungkin diterapkan sebelum CCB dipahami dan diterapkan oleh petani
            Setelah kelompok Petani yang bekerja dilahan (wilayah) tertentu ditetapkan maka perlu dipilih komoditi apa yang akan diproduksi. Pemilihan komoditi harus memacu pada situasi pasat pada khususnyua dan pola pengembangan agribisnis pada umumnya, misalnya yang berkaitan dengan harga komoditi,pangsa pasar,segmen pasar,kriteria mutu,perkiraan biaya produksi, kesesuaian lahan,tersedianya saprodi dll. Dalam pemilihan komoditi ini harus dilakukan secara pasti dan rinci sampai kepada jenis atau varietas atau bahkan yang lebih khusus lagi, size, bentuk, serta standar mutunya
            Kelembagaan dari petani sebagai pihak pertama dan pengumpul (pembeli/pengumpul) sebagai pihak kedua serta pembina dan pengawas sebagai pihak ketiga perlu ditentukan karena hal ini akan berkaitan dengan fungsi dan tanggung jawab masing-masing dalam penerapan HACCP. Secara rinci pembagian tugas dan tanggung jawab tersebut mungkin akan lebih spesifik menyangkut pada perorangan dari anggota kelompok atau lembaga tersebut
            Ketiga hal tersebut perlu dipersiapkan baik-baik dan dapat ditukar mana yang lebih dahulu ditetapkan dan mungkin masih terdapat pertimbangan lain yang perlu dipersiapkan misalnya pendanaan dll yang dapat menyempurnakan terlaksananya penerapan HACCP ditingkat produksi pertanian pangan. Penerapan HACCP itu sesuai dengan prinsip dalam HACCP yaitu
1.         Identifikasi hazard
            Hazard baik yang berkaitan dengan bahaya kesehatan,penyebab ketidaklayakan sebagai bahan pangan dan hazard yang menyebabkan kerugian finansial perlu diidentifikasi jenisnya mulai dari saprodi yang  digunakan,faktor lingkungan,teknik produksi yang digunakan sampai pada panen,pasca panen. Hal ini harus dibatasi pada konteks kriteria mutu dari jenis komoditi yang akan dihasilkan. Oleh sebab itu pemilihan benih adalah awal dari identifikasi hazard
2.         Penentuan CCP
            CCP ditentukan sebagaimana metode diagram pohon dimulai dari pemilihan benih, persiapan lahan sampai pada diserahkan kepada pihak kedua(konsumen/industri).CCP dapat digolongkan pada major dan minor tergantung pada berat/tidaknya upaya pengontrolan (pengendalian). CCP yang major perlu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan minor dan penentuan CCP tersebut tidak dapat keluar dari rantai tahap produksi yang digunakan. Oleh sebab itu sebelum ditentukan CCP bahkan sebelum ditentukan CCP bahkan sebelum identifikasi hazard,tahapan rantai produksi perlu ditetapkan terlebih dahulu dan sifatnya mengikat bagi pelaku produksi (petani). Apabila dalam pelaksanan tedapat perubahan maka harus dilakukan peninjauan HACCP plannya
3.         Batas kritis (Critical Point
            Dalam penetapan batas kritis perlu pertimbangan yang matang dan merupakan kesepakatan antara pihak pertama (kelompok petani) dan pihak kedua(konsumen,industri).Batas kritis yang terlalu ketat akan memberatkan petani, tetapi batas kritis yang terlalu longgar akan merugikan pihak kedua. Oleh sebab itu dalam penetapan batas kritis harus rasional dan pragmatis karena akan menjadi parameter yang sangat menentukan  bila terjadi ketidak sesuaian pihak kedua akan  menolak dan petani akan dirugikan. Penetapan batas kritis biasanya digunakan referensi berupa standar dan sedapat mungkin sedikit lebih ketat guna memberikan jaminan mutu
4.         Prosedur Pemantauan (Monitoring
            Pemantauan sangat diperlukan dalam penerapan HACCP dan dapat dilakukan pemantauan dengan baik maka harus dibuat prosedurnya. Pemantauan yang dilakukan berupa observasi proses kontrol pada tiap-tiap CCP termasuk batas kritisnya. Penyelenggaraan usaha monitoring baik frekwensi maupun jenis pemantauan. Perlu ditetapkan hal ini harus diprogramkan sesuai dengan kondisi lapangan dan harus didasarkan pada kaidah  jaminan mutu. Pemantauan berupa observasi fisik relatif lebih sederhana dan murah dibandingkan pengujian, tetapi pengujian laboratoris kadang-kadang sangat perlu dilakukan untuk memberikan data yang objektif. Dalam kaitan ini jauh sebelumnya harus dipikirkan dan referensi hasil penelitian sangat membantu
5.         Tindakan Koreksi (Corrective action
            Tindakan koreksi perlu dilakukan apabila dalam pemantauan dijumpai adanya ketidak sesuaian data observasi/analisa dengan batas kritis yang ditetapkan. Tindakan koreksi harus direncanakan dan dibuat prosedurnya dan harus efektif dapat memperbaiki mutu seperti yang tertuang dalam batas kritis. Apabila tidak mungkin diperbaiki maka diperlukan prosedur pemisahan atau pemusnahannya atau digunakan untuk keperluan lain
6.         Verifikasi
            Verifikasi intern dimaksudkan untuk melihat kembali apakah HACCP plant diterapkan dengan baik atau tidak. Verifikasi ini dapat bersifat total seluruh rantai produksi atau parsial, sebagian saja yang dicurigai. Untuk itu perlu diprogramkan secara jelas dan dibuat prosedurnya. Verifikasi external juga diperlukan guna lebih menjamin mutu yang dihasilkan atau menjamin pelaksanaan HACCP secara konsisten. Hal ini terutama dilakukan  oleh pihak ketiga atau oleh pihak kedua sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan
7.         Pencatatan/rekaman
            Segala bentuk kegiatan dan acuan harus direkam. Catatan pemantauan tindakan koreksi dan hasil verifikasi akan sangat penting guna mengetahui kebenaran pelaksanan HACCP. Disamping itu hasil rekaman tersebut juga sangat diperlukan dalam rangka perbaikan HACCP plant bila diperlukan dikemudian hari baik karena terdapat hasil verifikasi yang kurang baik atau karena tuntutan jaman (konsumen) ataupun perubahan jenis komoditi, perubahan iklim,kondisi kesuburan tanah atau karena perubahan saprodi yang digunakan.
            Penerapan HACCP ditingkat petani memerlukan srategi yang efektif dan oleh sebab itu perlu penyesuaian dalam pelaksanaanya. Petani akan tidak mungkin memahami HACCP dengan baik dan diperlukan tingkatan-tingkatan tertentu dalam aplikasinya. HACCP plan dibuat berdasarkan persiapan penerapan diatas dan didesain oleh petugas yang mengerti. Dalam hal ini PPS dan petugas tenis Dinas setempat akan sangat berkompeten. Oleh sebab itu maka PPS dan petugas Teknis Dinas yang akan diserahi menerapkan HACCP pada kelompok tani di lahan tertentu perlu mengerti dan konsepsi HACCP plan tersebut dapat dianggap sebagai dokumen tingkat I.
            Sebagaimana sistem mutu yang lain dokumen tingkat I perlu dilengkapi dengan dokumen tingkat II yang dalam hal ini berupa Standar Prosedur Operasi (SPO). SPO dibuat untuk semua jenis kegiatan dalam suatu rangkaian produksi misalnya mulai dari persiapan lahan, pemilihan bibit,pemupukan, penggunaan anti hama, perawatan lain,penentuan masa panen,cara panen,penanganan pasca panen,transportasi dll.
            Dari setiap kegiatan tersebut perlu ada yang bertanggung jawab yaitu PPL atau petugas teknis lapangan yang juga akan mencatat/semua kegiatan dalam pemantauan serta memeriksa tindakan koreksi bila ada. Kelengkapan dan kebenaran pembuatan SPO ini akan sangat mencerminkan pelaksanaan HACCP dan harus dibuat berdasarkan kaidah-kaidah yang tertuang dalam HACCP plan. SPO harus terdokumentasi dengan baik dan juga merupakan dokumen yang tidak terpisahkan dari HACCP plant. 
            Dari setiap SPO dibuatlah instruksi kerja yang merupakan petunjuk kerja untuk para petani. Instruksi kerja (IK) adalah dokumen tingkat III berupa petunjuk teknis yang sangat sederhana dan mudah dipahami petani. Petani tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan diluar seperti yang tertulis dalam IK dan hal ini akan dibimbing serta dipantau oleh PPL atau petugas teknis lapangan atau mungkin dari KUD atau yang lain. Kedisiplinan petani untuk mengikuti IK sangat menentukan keberhasilan penerapan HACCP dan oleh sebab itu maka isi IK harus dengan pertimbangan/referen/terjemahan dari konsepsi HACCP plant yang dibuat untuk jenis komoditi di lahan tertentu
            Dengan demikian terdapat alur pikir sampai pada pelaksanan mulai dari HACCP plant,SPO dan IK. Diharapkan HACCP plant, SPO dan IK tersebut merupakan suatu kesepakatan dari pihak kesatu,kedua,dan ketiga. Sebagai pembimbing dan pengawas,ketiga dokumen tersebut sifatnya mengikat perjanjin kerja sama atau kemitraan kelompok petani dan pembeli.

Translate