Saturday
Hal yang mempengaruhi kehidupan serangga
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Serangga
1. Faktor Dalam
Faktor dalam yang mempengaruhi daya tahan serangga untuk dapat tetap hidup dan berkembang biak antara lain adalah :
a. Kemampuan Berkembang Biak
Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi oleh kecepatan berkembang biak, keperidian dan fekunditas (Natawigena, 1990). Keperidian (natalitas) adalah besarnya kemampuan jenis serangga untuk melahirkan keturunan baru. Serangga umumnya memiliki keperidian yang cukup tinggi . Semakin kecil ukuran serangga, biasanya semakin besar keperidiannya. Sedangkan fekunditas (kesuburan) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seekor betina untuk memproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan, maka lebih tinggi kemampuan berkembang biaknya. Kecepatan berkembang biak dari sejak terjadinya telur sampai menjadi dewasa yang siap berkembang biak, tergantung dari lamanya siklus hidup serangga. Serangga yang memiliki siklus hidupnya pendek, akan memiliki frekuensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih sering dibandingkan dengan serangga lainnya yang memiliki siklus hidup lebih lama (Natawigena, 1990).
b. Perbandingan Kelamin
Perbandingan jenis kelamin antara jumlah serangga jantan dan betina yang diturunkan serangga betina kadang-kadang berbeda, misalnya antara jenis betina dan jenis jantan dari keturunan penggerek batang (Tryporyza) adalah dua berbanding satu, lebih banyak jenis betinanya. Suatu perbandingan yang menunjukkan jumlah betina lebih besar dari jumlah jantan, diharapkan akan meghasilkan populasi keturunan berikutnya yang lebih besar, bila dibandingkan dengan suatu populasi yang memiliki perbandingan yang menunjukkan jumlah jantan yang lebih besar dari pada jumlah betina.
Perbedaan jenis kelamin ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, diantaranya keadaan musim dan kepadatan populasi. Seandainya populasinya menjadi lebih padat, maka akan lahir jenis betina-betina yang bersayap, sehingga dapat menyebar dan berkembang biak di tempat-tempat yang baru. Pada musim panas, telur-telur betina hasil pembiakan secara parthenogenesis akan menghasilkan individu-individu jenis jantan maupun jenis betina, yang selanjutnya menghasilkan telur-telur yang dibuahi (Natawigana, 1990).
c. Sifat Mempertahankan Diri
Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, serangga memiliki alat atau kemampuan untuk melindungi diri dari serangan musuhnya. Misalnya ulat melindungi diri dengan bulu atau selubungnya. Bebarapa spesies serangga dapat mengeluarkan racun atau bau untuk menghindari serangga musuhnya, atau memiliki alat penusuk untuk membunuh lawan atau mangsanya. Kebanyakan serangga akan berusaha menghindar atau meloloskan diri bila terganggu atau diserang musuhnya dengan cara terbang, lari, meloncat, berenang atau menyelam.
Beberapa perlindungan serangga untuk melawan musuhnya adalah : a) Kamuflase (penyamaran), digunakan serangga berbaur pada lingkungan mereka agar terhindar dari pendeteksian pemangsa, seperti menyerupai ranting atau daun tanaman, b) Taktik menakuti musuh, yaitu serangga tertentu mampu mengelabui musuh dengan cara meniru spesies serangga lain agar terhindar dari pemangsanya, yang dikenal dengan istilah serangga mimikri. Cara meniru serangga mimikri terhadap serangga lain, misalnya perilaku, ukuran tubuh, maupun bentuk pola warna, c) Pengeluaran senyawa kimia dan alat penusuk (penyengat) adalah kemampuan serangga mengeluarkan senyawa kimia beracun atau bau untuk menghindari serangan musuhnya. Terdapat alat penusuk pada serangga digunakan untuk menyengat atau membunuh lawan/ mangsanya. (Natawigena, 1990).
d. Daur Hidup
Daur hidup adalah waktu yang dibutuhkan semenjak terjadinya telur sampai serangga menjadi dewasa yang siap untuk berkembang biak. Daur hidup serangga umumnya pendek. Serangga yang memiliki daur hidup yang pendek, akan memiliki frekwensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih sering, bila dibandingkan dengan serangga lainnya yang memiliki daur hidup lebih lama (Natawigena, 1990).
e. Umur imago (Serangga Dewasa).
Pada umumnya imago dari seekor serangga berumur pendek, misalnya ngengat (imago) Tryporyza innotata berumur antara 4 – 14 hari. Umur imago yang lebih lama, misalnya kumbang betina Sitophilus oryzae umurnya dapat mencapai antara 3 – 5 bulan, sehingga akan mempunyai kesempatan untuk bertelur lebih sering (Natawigena, 1990).
2. Faktor Luar
Faktor luar yang dapat mempengaruhi kehidupan serangga untuk bertahan hidup dan berkembang biak, yaitu :
1. Faktor Fisis
a. Suhu / Temperatur
Setiap spesies serangga mempunyai jangkauan suhu masing-masing dimana ia dapat hidup, dan pada umunya jangkauan suhu yang efektif adalah suhu minimum. Serangga memiliki kisaran suhu tertentu untuk kehidupannya. Diluar kisaran suhu tersebut serangga dapat mengalami kematian. Efek ini terlihat pada proses fisiologis serangga, dimana pada suhu tertentu aktivitas serangga tinggi dan akan berkurang (menurun) pada suhu yang lain (Ross, et al., 1982;Krebs, 1985). Umumnya kisaran suhu yang efektif adalah 15ºC (suhu minimum), 25ºC suhu optimum dan 45ºC (suhu maksimum). Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit (Natawigena, 1990).
b. Kelembaban Hujan
Air merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan bagi mahluk hidup termasuk serangga. Namun kebanyakan air, seperti banjir dan hujan lebat merupakan bahaya bagi kehidupan beberapa jenis serangga, termasuk juga berbagai jenis kupu-kupu yang sedang beterbangan, serta dapat menghanyutkan larva yang baru menetas. (Natawigena, 1990).
Umumnya serangga memperoleh air melalui makanan yang mengandung air. Secara langsung biasanya serangga tidak terpengaruh oleh curah hujan normal, namun hujan yang lebat secara fisik akan menekan populasi serangga. Curah hujan juga memberikan efek secara tidak langsung terhadap kelembaban suatu lahan, , kelembaban di udara, dan tersedianya tanaman sebagai makanan serangga. Seperti halnya suhu, serangga membutuhkan kelembaban tertentu/sesuai bagi perkembangannya. Pada umumnya serangga membutuhkan kelembaban tinggi bagi tubuhnya yang dapat diperoleh langsung melalui udara dan tanaman yang mengandung air (Krebs, 1985).
c. Cahaya, Warna dan Bau
Cahaya adalah faktor ekologi yang besar pengaruhnya bagi serangga, diantaranya lamanya hidup, cara bertelur, dan berubahnya arah terbang. Banyak jenis serangga yang memilki reaksi positif terhadap cahaya dan tertarik oleh sesuatu warna, misalnya oleh warna kuning atau hijau. Beberapa jenis serangga diantaranya mempunyai ketertarikan tersendiri terhadap suatu warna dan bau, misalnya terhadap warna-warna bunga. Akan tetapi ada juga yang tidak menyukai bau tertentu (Natawigena, 1990).
d. Angin
Angin dapat berpengaruh secara langsung terhadap kelembaban dan proses penguapan badan serangga dan juga berperan besar dalam penyebaran suatu serangga dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Baik memiliki ukuran sayap besar maupun yang kecil, dapat membawa beberapa ratus meter di udara bahkan ribuan kilometer (Natawigena, 1990).
e. Makanan
Tersedianya makanan baik kualitas yang cocok maupun kualitas yang cukup bagi serangga, akan menyebabkan meningkatnya populasi serangga dengan cepat. Sebaliknya apabila keadaan kekurangan makanan, maka populasi serangga dapat menurun.
2. Faktor Hayati / Bologi
Faktor hayati atau faktor biologi berupa predator, parasit, potogen atau musuh-musuh alami bagi serangga.
a. Predator
Predator yaitu binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain. Istilah predatisme adalah suatu bentuk simbiosis dari dua individu yang salah satu diantara individu tersebut menyerang atau memakan individu lainnya satu atau lebih spesies, untuk kepentingan hidupnya yang dapat dilakukan dengan berulang-ulang. Individu yang diserang disebut mangsa.
b. Parasit
Parasitisme adalah bentuk simbiosis dari dua individu yang satu tinggal, berlindung atau maka di atau dari individu lainnya yang disebut inang, selama hidupnya atau sebagian dari masa hidupnya. Bagi parasit, inang adalah habitatnya sedangkan mangsa bagi predator bukan merupakan habitatnya, selain itu pada
umumnya parasit memerlukan suatu individu inang bagi pertumbuhannya, apakah dalam jangka waktu sampai dewasa atau hanya sebagian dari stadia hidupnya, sedangkan predator memerlukan beberapa mangsa selama hidupnya. Predator pada umumnya lebih aktif dan mempunyai daur hidup yang lebih panjang, sedangkan parasit tidak banyak bergerak, agak menetap dan cenderung memiliki daur hidup yang pendek. Demikian pula ukuran tubuh predator lebih besar bila dibandingkan dengan mangsanya, sedangkan parasit pada umumnya memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil bila dibandingkan dengan inangnya (Natawigena, 1990).
Do you know insect
Serangga (disebut pula Insecta, dibaca "insekta") adalah kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang bertungkai enam (tiga pasang); karena itulah mereka disebut pula Hexapoda (dari bahasa Yunani yang berarti "berkaki enam")
Kajian mengenai peri kehidupan serangga disebut entomologi. Serangga termasuk dalam kelas insekta (subfilum Uniramia) yang dibagi lagi menjadi 29 ordo, antara lain Diptera (misalnya lalat), Coleoptera (misalnya kumbang), Hymenoptera (misalnya semut, lebah, dan tabuhan), dan Lepidoptera (misalnya kupu-kupu dan ngengat). Kelompok Apterigota terdiri dari 4 ordo karena semua serangga dewasanya tidak memiliki sayap, dan 25 ordo lainnya termasuk dalam kelompok Pterigota karena memiliki sayap .
Klasifikasi Serangga
Lebih dari 800.000 spesies insekta sudah ditemukan. Terdapat 5.000 spesies bangsa capung (Odonata), 20.000 spesies bangsa belalang (Orthoptera), 170.000 spesies bangsa kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), 120.000 bangsa lalat dan kerabatnya (Diptera), 82.000 spesies bangsa kepik (Hemiptera), 360.000 spesies bangsa kumbang (Coleoptera), dan 110.000 spesies bangsa semut dan lebah (Hymenoptera).
Ordo Lepidoptera ketika fase larva memiliki tipe mulut pengunyah, sedangkan ketika imago memiliki tipe mulut penghisap. Adapun habitat dapat dijumpai di pepohonan.
Ordo Collembola memiliki ciri khas yaitu memiliki collophore, bagian yang mirip tabung yang terdapat pada bagian ventral di sisi pertama segmen abdomen . Ada beberapa dari jenis ini yang merupakan karnivora dan penghisap cairan. Umumnya Collembolla merupakan scavenger yang memakan sayuran dan jamur yang busuk, serta bakteri, selain itu ada dari jenis ini yang memakan feses Artropoda, serbuk sari, ganggang, dan material lainnya.
Ordo Coleoptera memliki tipe mulut pengunyah dan termasuk herbivore. Habitatnya adalah di permukaan tanah, dengan membuat lubang, selain itu juga membuat lubang pada kulit pohon, dan ada beberapa yang membuat sarang pada dedaunan.
Ordo Othoptera termasuk herbivora, namun ada beberapa spesies sebagai predator. Tipe mulut dari ordo ini adalah tipe pengunyah. Ciri khas yang dapat dijumpai yaitu sayap depan lebih keras dari sayap belakang.
Ordo Dermaptera mempunyai sepasang antenna, tubuhnya bersegmen terdiri atas toraks dan abdomen. Abdomennya terdapat bagian seperti garpu. Ordo Diplura memiliki mata majemuk, tidak terdapat ocelli, dan tarsinya terdiri atas satu segmen. Habitatnya di daerah terrestrial, dapat ditemukan di bawah batu, di atas tanah, tumpukan kayu, di perakaran pohon, dan di gua. Ordo ini merupakan pemakan humus.
Ordo Hemiptera memiliki tipe mulut penusuk dan penghisap. Ada beberapa yang menghisap darah dan sebagian sebagai penghisap cairan pada tumbuhan. Sebagian besar bersifat parasit bagi hewan, tumbuhan, maupun manusia. Ordo ini banyak ditemukan di bagian bunga dan daun dari tumbuhan, kulit pohon, serta pada jamur yang busuk [3].
Ordo Odonata memiliki tipe mulut pengunyah. Umumnya Ordo ini termasuk karnivora yang memakan serangga kecil dan sebagian bersifat kanibal atau suka memakan sejenis. Habitatnya adalah di dekat perairan. Biasanya ditemukan di sekitar air terjun, di sekitar danau, dan pada daerah bebatuan.
Sub kelas Diplopoda memiliki ciri tubuh yang panjang seperti cacing dengan beberapa kaki, beberapa memiliki kaki berjumlah tiga puluh atau lebih, dan segmen tubuhnya menopang dua bagian dari tubuhnya. Hewan jenis ini memiliki kepala cembung dengan daerah epistoma yang besar dan datar pada bagian bawahnya.
Habitatnya adalah di lingkungan yang basah, seperti di bawah bebatuan, menempel pada lumut, di perakaran pohon, dan di dalam tanah. Tipe mulutnya adalah pengunyah. Beberapa dari jenis ini merupakan scavenger dan memakan tumbuhan yang busuk, selain itu ada beberapa yang merupakan hama bagi tanaman