SERANGGA
ITU UNIK
disusun oleh :
Ade Azis Kusnaya
A34100097
DEPARTEMEN
PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2012
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan
merupakan salah satu sumber makanan yang memiliki peran penting bagi manusia dan hewan. Akan tetapi saat ini
hewan utamanya serangga menjadi masalah bagi manusia karena serangga suka
memakan tumbuhan yang dibudidayakan oleh manusia seperti tanaman padi, tanaman
jagung, tanaman holtikultura sehingga hasil produksi tanaman budidaya tersebut
tidak secara maksimal karena serangga atau hama tersebut akan menurunkan
kualitas dan kuantitas dari hasil tanaman. Oleh karena itu, manusia harus mampu
mengendalikan hama tanaman secara bijak dan selaras dengan alam sehingga tidak
merusak atau mencemari lingkungan. Cara terbaik untuk menangani pengendalian
hama tersebut yaitu dengan cara memahami morfologi, habitat, dan gejala yang
ditimbulkan oleh serangan hama tersebut. Hama adalah semua herbivora yang dapat
merugikan tanaman yang dibudidayakan manusia secara ekonomis dan mengakibatkan
produktivitas tanaman menjadi menurun, baik kualitas maupun kuantitasnya bahkan
tidak jarang terjadi kegagalan panen. Oleh karena itu kehadirannya perlu
dikendalikan, apabila populasinya di lahan telah melebihi batas Ambang
Ekonomik. Sedangkan penyakit tanaman adalah kondisi dimana sel dan jaringan
tanaman tidak berfungsi secara normal yang di timbulkan karena gangguan secara
terus menerus oleh agen patogenik atau abiotik sehingga akan menimbulkan
gejala.
1.2 Rumusan Masalah
·
Bagaimana hama
itu menyerang tanaman ?
·
Bagaimana cara
pengendalian terhadap hama tersebut ?
·
Bagaimana dampak
negatif hama bagi manusia ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mempelajari gejala yang ditimbulkan
oleh hama tanaman utamanya yang disebabkan oleh serangga
2. Untuk mengetahui penyakit tanaman yang diakibatkan
oleh serangga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Serangga
Serangga
(disebut pula Insecta, dibaca "insekta") adalah
kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang bertungkai enam (tiga
pasang); karena itulah mereka disebut pula Hexapoda (dari bahasa
Yunani yang berarti "berkaki enam"). Kajian mengenai peri kehidupan
serangga disebut entomologi. Serangga termasuk dalam kelas insekta (subfilum
Uniramia) yang dibagi lagi menjadi 29 ordo, antara lain Diptera (misalnya
lalat), Coleoptera (misalnya kumbang), Hymenoptera (misalnya semut, lebah, dan
tabuhan), dan Lepidoptera (misalnya kupu-kupu dan ngengat). Kelompok Apterigota
terdiri dari 4 ordo karena semua serangga dewasanya tidak memiliki sayap, dan
25 ordo lainnya termasuk dalam kelompok Pterigota karena memiliki sayap.
Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi.
Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di bumi. Serangga merupakan hewan beruas dengan
tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Ukuran serangga relatif kecil dan pertama
kali sukses berkolonisasi di bumi. Dan salah satu alasan mengapa serangga
memiliki keanekaragaman dan kelimpahan yang tinggi adalah kemampuan
reproduksinya yang tinggi, serangga bereproduksi dalam jumlah yang sangat
besar, dan pada beberapa spesies bahkan mampu menghasilkan beberapa generasi
dalam satu tahun. Kemampuan serangga lainnya yang dipercaya telah mampu menjaga
eksistensi serangga hingga kini adalah kemampuan terbangnya. Hewan yang dapat
terbang dapat menghindari banyak predator, menemukan makanan dan pasangan
kawin, dan menyebar ke habitat baru jauh lebih cepat dibandingkan dengan hewan
yang harus merangkak di atas permukaan tanah.
Umumnya serangga mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu siklus hidup dengan beberapa tahapan yang berbeda:
telur, larva, pupa, dan imago . Beberapa ordo yang mengalami metamorfosis
sempurna adalah Lepidoptera, Diptera,
Coleoptera, dan Hymenoptera. Metamorfosis
tidak sempurna merupakan siklus hidup dengan tahapan : telur, nimfa, dan imago. Peristiwa larva meniggalkan telur disebut dengan
eclosion. Setelah eclosion, serangga yang baru ini dapat serupa atau beberapa
sama sekali dengan induknya. Tahapan belum dewasa ini biasanya mempunyai ciri
perilaku makan yang banyak. Pertumbuhan tubuh dikendalikan dengan menggunakan
acuan pertambahan berat badan, biasanya dalam bentuk tangga dimana pada setiap
tangga digambarkan oleh lepasnya kulit lama (exuvium), dimana proses ini
disebut molting. Karena itu pada setiap tahapan,
serangga tumbuh sampai dimana pembungkus luar menjadi terbatas, setelah
ditinggalkan lagi dan seterusnya sampai sempurna.
2.2 Klasifikasi Serangga
Lebih
dari 800.000 spesies insekta sudah ditemukan. Terdapat 5.000 spesies bangsa
capung (Odonata), 20.000 spesies bangsa belalang (Orthoptera), 170.000 spesies
bangsa kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), 120.000 bangsa lalat dan kerabatnya
(Diptera), 82.000 spesies bangsa kepik (Hemiptera), 360.000 spesies bangsa
kumbang (Coleoptera), dan 110.000 spesies bangsa semut dan lebah
(Hymenoptera). Dan sebenarnya
klasifikasi serangga ada 30 Ordo akan tertapi saya hanya menjelaskan sebagian
saja diantara nya,
Ordo
Lepidoptera ketika fase larva memiliki tipe mulut
pengunyah, sedangkan ketika imago memiliki tipe mulut penghisap. Adapun habitat
dapat dijumpai di pepohonan.
Ordo
Collembola memiliki ciri khas yaitu memiliki
collophore, bagian yang mirip tabung yang terdapat pada bagian ventral di sisi
pertama segmen abdomen . Ada beberapa dari jenis ini yang merupakan karnivora
dan penghisap cairan. Umumnya Collembolla merupakan scavenger yang memakan
sayuran dan jamur yang busuk, serta bakteri, selain itu ada dari jenis ini yang
memakan feses Artropoda, serbuk sari, ganggang, dan material lainnya.
Ordo
Coleoptera memliki tipe mulut pengunyah dan
termasuk herbivore. Habitatnya adalah di permukaan tanah, dengan membuat
lubang, selain itu juga membuat lubang pada kulit pohon, dan ada beberapa yang
membuat sarang pada dedaunan.
Ordo
Othoptera termasuk herbivora, namun ada beberapa
spesies sebagai predator. Tipe mulut dari ordo ini adalah tipe pengunyah. Ciri
khas yang dapat dijumpai yaitu sayap depan lebih keras dari sayap belakang.
Ordo
Dermaptera mempunyai sepasang antenna, tubuhnya
bersegmen terdiri atas toraks dan abdomen. Abdomennya terdapat bagian seperti
garpu. Ordo Diplura memiliki mata majemuk, tidak terdapat ocelli, dan tarsinya
terdiri atas satu segmen. Habitatnya di daerah terrestrial, dapat ditemukan di
bawah batu, di atas tanah, tumpukan kayu, di perakaran pohon, dan di gua. Ordo
ini merupakan pemakan humus.
Ordo
Hemiptera memiliki tipe mulut penusuk dan
penghisap. Ada beberapa yang menghisap darah dan sebagian sebagai penghisap
cairan pada tumbuhan. Sebagian besar bersifat parasit bagi hewan, tumbuhan,
maupun manusia. Ordo ini banyak ditemukan di bagian bunga dan daun dari
tumbuhan, kulit pohon, serta pada jamur yang busuk.
Ordo
Odonata memiliki tipe mulut pengunyah. Umumnya
Ordo ini termasuk karnivora yang memakan serangga kecil dan sebagian bersifat
kanibal atau suka memakan sejenis. Habitatnya adalah di dekat perairan.
Biasanya ditemukan di sekitar air terjun, di sekitar danau, dan pada daerah
bebatuan.
Sub
kelas Diplopoda memiliki ciri tubuh yang panjang
seperti cacing dengan beberapa kaki, beberapa memiliki kaki berjumlah tiga
puluh atau lebih, dan segmen tubuhnya menopang dua bagian dari tubuhnya. Hewan
jenis ini memiliki kepala cembung dengan daerah epistoma yang besar dan datar
pada bagian bawahnya. Habitatnya adalah di lingkungan yang basah, seperti di bawah
bebatuan, menempel pada lumut, di perakaran pohon, dan di dalam tanah. Tipe
mulutnya adalah pengunyah. Beberapa dari jenis ini merupakan scavenger dan
memakan tumbuhan yang busuk, selain itu ada beberapa yang merupakan hama bagi
tanaman.
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga
Secara umum, kehidupan serangga dipengaruhi oleh faktor
dalam dan faktor luar seperti makanan, cahaya, kelembaban, suhu, derajat
keasaman substrat (pH) dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya.
2.3.1
Kemampuan berkembang biak
Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi
oleh kecepatan berkembang biak, keperidian dan fekunditas (Natawigena, 1990).
Keperidian (natalitas) adalah besarnya kemampuan jenis serangga untuk
melahirkan keturunan baru. Serangga umumnya memiliki keperidian yang cukup
tinggi . Semakin kecil ukuran serangga, biasanya semakin besar keperidiannya.
Sedangkan fekunditas (kesuburan) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seekor
betina untuk memproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan, maka
lebih tinggi kemampuan berkembang biaknya. Kecepatan berkembang biak dari sejak
terjadinya telur sampai menjadi dewasa yang siap berkembang biak, tergantung
dari lamanya siklus hidup serangga. Serangga yang memiliki siklus hidupnya
pendek, akan memiliki frekuensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih sering
dibandingkan dengan serangga lainnya yang memiliki siklus hidup lebih lama
(Natawigena, 1990).
2.3.2
Jenis Kelamin
Perbedaan jenis
kelamin antara jumlah serangga jantan dan betina yang diturunkan serangga
betina kadang-kadang berbeda, misalnya antara jenis betina dan
jenis jantan dari keturunan penggerek batang (Tryporyza) adalah
dua berbanding satu, lebih banyak jenis betinanya. Suatu perbandingan yang
menunjukkan jumlah betina lebih besar dari jumlah jantan, diharapkan akan
meghasilkan populasi keturunan berikutnya yang lebih besar, bila dibandingkan
dengan suatu populasi yang memiliki perbandingan yang menunjukkan jumlah jantan
yang lebih besar dari pada jumlah betina.
Perbedaan jenis kelamin ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, diantaranya keadaan musim dan kepadatan populasi. Seandainya populasinya menjadi lebih padat, maka akan lahir jenis betina-betina yang bersayap, sehingga dapat menyebar dan berkembang biak di tempat-tempat yang baru. Pada musim panas, telur-telur betina hasil pembiakan secara parthenogenesis akan menghasilkan individu-individu jenis jantan maupun jenis betina, yang selanjutnya menghasilkan telur-telur yang dibuahi (Natawigana, 1990).
Perbedaan jenis kelamin ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, diantaranya keadaan musim dan kepadatan populasi. Seandainya populasinya menjadi lebih padat, maka akan lahir jenis betina-betina yang bersayap, sehingga dapat menyebar dan berkembang biak di tempat-tempat yang baru. Pada musim panas, telur-telur betina hasil pembiakan secara parthenogenesis akan menghasilkan individu-individu jenis jantan maupun jenis betina, yang selanjutnya menghasilkan telur-telur yang dibuahi (Natawigana, 1990).
2.3.3 Sifat Mempertahankan Diri
Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, serangga
memiliki alat atau kemampuan untuk melindungi diri dari serangan musuhnya.
Misalnya ulat melindungi diri dengan bulu atau selubungnya. Bebarapa spesies
serangga dapat mengeluarkan racun atau bau untuk menghindari serangga musuhnya,
atau memiliki alat penusuk untuk membunuh lawan atau mangsanya. Kebanyakan
serangga akan berusaha menghindar atau meloloskan diri bila terganggu atau
diserang musuhnya dengan cara terbang, lari, meloncat, berenang atau menyelam.
Beberapa perlindungan serangga untuk melawan musuhnya adalah : a) Kamuflase (penyamaran), digunakan serangga berbaur pada lingkungan mereka agar terhindar dari pendeteksian pemangsa, seperti menyerupai ranting atau daun tanaman, b) Taktik menakuti musuh, yaitu serangga tertentu mampu mengelabui musuh dengan cara meniru spesies serangga lain agar terhindar dari pemangsanya, yang dikenal dengan istilah serangga mimikri. Cara meniru serangga mimikri terhadap serangga lain, misalnya perilaku, ukuran tubuh, maupun bentuk pola warna, c) Pengeluaran senyawa kimia dan alat penusuk (penyengat) adalah kemampuan serangga mengeluarkan senyawa kimia beracun atau bau untuk menghindari serangan musuhnya. Terdapat alat penusuk pada serangga digunakan untuk menyengat atau membunuh lawan/ mangsanya. (Natawigena, 1990).
Beberapa perlindungan serangga untuk melawan musuhnya adalah : a) Kamuflase (penyamaran), digunakan serangga berbaur pada lingkungan mereka agar terhindar dari pendeteksian pemangsa, seperti menyerupai ranting atau daun tanaman, b) Taktik menakuti musuh, yaitu serangga tertentu mampu mengelabui musuh dengan cara meniru spesies serangga lain agar terhindar dari pemangsanya, yang dikenal dengan istilah serangga mimikri. Cara meniru serangga mimikri terhadap serangga lain, misalnya perilaku, ukuran tubuh, maupun bentuk pola warna, c) Pengeluaran senyawa kimia dan alat penusuk (penyengat) adalah kemampuan serangga mengeluarkan senyawa kimia beracun atau bau untuk menghindari serangan musuhnya. Terdapat alat penusuk pada serangga digunakan untuk menyengat atau membunuh lawan/ mangsanya. (Natawigena, 1990).
2.3.5 Daur
Hidup
Daur hidup adalah waktu yang dibutuhkan
semenjak terjadinya telur sampai serangga menjadi dewasa yang siap untuk
berkembang biak. Daur hidup serangga umumnya pendek. Serangga yang memiliki
daur hidup yang pendek, akan memiliki frekwensi bertelur yang lebih tinggi atau
lebih sering, bila dibandingkan dengan serangga lainnya yang memiliki daur
hidup lebih lama (Natawigena, 1990).
2.3.6 Umur
Imago
Pada umumnya imago dari seekor serangga
berumur pendek, misalnya ngengat (imago) Tryporyza innotata berumur
antara 4 – 14 hari. Umur imago yang lebih lama, misalnya kumbang betina Sitophilus
oryzae umurnya dapat mencapai antara 3 – 5 bulan,
sehingga akan mempunyai kesempatan untuk bertelur lebih sering (Natawigena,
1990).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Cara Hidup Serangga
Tipe
alat mulut menggigit mengunyah biasanya akan menimbulkan kerusakan sobek-sobek
pada daun hingga daun berlubang. Hal ini disebabkan karena gigitan dari hama,
contohnya adalah hymenoptera, lepydoptera dan orthoptera. Dan serangga yang
memiliki alat mulut menusuk menghisap menyebabkan kerusakan yang ditimbulkan
tidak terlihat jelas namun terlihat menguning, daun menjadi coklat dan menjadi
layu. Tidak berbeda jauh pada kerusakan yang ditimbulkan oleh tipe alat mulut
meraut menghisap yaitu daun menjadi kuning, coklat dan kemudian sel pada daun
menjadi mati.
Hama
tanaman yang biasanya sering menyerang adalah ulat, hama ini bentuk pradewasa
serangga Lepidoptera yang memakan bagian daun sehingga menimbulkan kerusakan
yang sangat parah apabila sedang dalam keadaan gregarius sehingga sangat sulit
untuk memberatas ulat tersebut. Dan hama lain yang penting sebagai hama
pertanian yaitu thrips dan kutu daun. Thrips merupakan serangga yang menyerang
cabe sehingga menyebabkan penyakit keriting pada bagian bawah daun sehingga
daun yang diserang terlihat bercak-bercak berwarna keperakan. Sedangkan kutu
daun menghisap jaringan pada bagian tanaman yang lunak sehingga tanaman menjadi
kerdil dan daunnya keriting pada tananamaan kedelai.
3.2 Habitat Serangga
Fungi menempati lingkungan
yang sangat beragam yang berasosiasi secara simbiotik dengan banyak organisme.
Meskipun paling sering ditemukan pada habitat darat, fungi juga hiudp
dilingkungan akuatik, dimana fungi tersebut berasosiasi dengan organisme laut
dan air tawar serta bangkainya. Lichen, perpaduan antara fungi dan alga, banyak
terdapat dimana-mana dan ditemukan pada beberapa tempat yang tidak bersahabat
sepeti gurun yang dingin dan kering di Antartika, tundra alpin dan artik. Fungi
simbiotik lainnya hidup dalam jaringan tumbuhan yang sehat dan spesies lain
membentuk mutualisme-mutualisme pengkomsumsi selulosa dengan serangga, semut
dan rayap (Campbell 2003).
Golongan Fungi yang
termasuk hidup dalam air adalah oomycota dan chytridiomycota, sedangkan
golongan fungi yang hidup di darat (tanah) misalnya, Mucorales, Ascomycota,
deuteremycetes dan beberapa Peronosporales (Gunawan, dkk, 2004).
3.3 Perkembangan Serangga Pascaembrio
Perkembangan pascaembrio adalah perkembangan sejak eklosi
sampai munculnya serangga dewasa. Serangga pradewasa yang baru keluar
dari telur berkembang melalui satu seri pergantian kulit, dan bertambah
ukurannya setelah tiap ganti kulit. Tiap tahap perkembangan disebut
instar.
Instar akhir, yang serangga itu sudah matang secara
seksual dan bersayap sempurna (pada jenis-jenis yang memang bersayap), adalah
tahap dewasa atau imago. Beberapa serangga (misalnya Thysanura)
masih berganti kulit setelah tahap dewasa, namun tidak bertambah besar. Banyaknya instar
beragam di antara kelompok-kelompok serangga, namun sebagian besar antara 2 dan 20. Pertambahan bobot serangga yang baru
keluar telur sampai menjadi dewasa biasanya sungguh nyata. Sebagai
contoh, larva instar akhir Cossus cossus (Lepidoptera: Cossidae)
bobotnya 72.000 x dari instar pertamanya, dan memerlukan tiga tahun untuk
mencapai instar akhir itu (C. cossus adalah penggerek kayu). Pada
kebanyakan yang lain biasanya sekitar 1.000 x atau lebih. Proses
perkembangan yang mengubah pradewasa instar pertama menjadi dewasa disebut
metamorfosis (metamorphosis), yang arti sebenarnya adalah perubahan
bentuk.
Perubahan bentuk itu bisa berangsur-angsur (gradual),
yaitu bentuk pradewasa secara umum hampir sama dengan bentuk dewasanya, atau
tiba-tiba (abrupt), yaitu bentuk pradewasanya sangat berbeda dengan
dewasanya dan perubahan ini terjadi pada instar akhir pradewasa. Metamorfosis
(perubahan bentuk) dikelompokkan dalam empat tipe, yaitu:
a. Tanpa metamorfosis
atau ametamorfosis (ametabola) : pada tipe ini beberapa spesies
serangga tidak memperlihatkan adanya metamorfosis, maksudnya segera setelah
menetas maka lahir serangga muda yang mirip dengan induknya kecuali ukurannya
yang masih kecil dan perbedaan pada kematangan alat kelaminnya. Kemudian setelah tumbuh membesar dan
mengalami pergantian kulit, baru menjadi serangga dewasa (imago) tanpa terjadi
perubahan bentuk hanya mengalami pertambahan besar ukurannya saja. Serangga pra dewasa sering disebut dengan istilah gaead. Tipe metamorfosis ini terdapat pada serangga dari ordo
Collembola, ordo Thysanura, dan ordo Protura.
b. Metamorfosis Bertahap (paurometabola) :
serangga yang mengalami perubahan bentuk secara paurometabola selama siklus
hidupnya mengalami tiga stadia pertumbuhan, yaitu stadia telur, nimfa dan imago.
Tipe metamorfosis ini terdapat pada serangga dari ordo Collembola, ordo
Thysanura, dan ordo Protura. Nimfa dan imago memiliki tipe alat mulut dan jenis
makanan yang sama, bentuk nimfa menyerupai induknya hanya ukurannya lebih
kecil, belum bersayap, dan belum memiliki alat kelamin. Serangga pradewasa mengalami beberapa kali
pergantian kulit, diikuti pertumbuhan tubuh dan sayap secara bertahap. Serangga
pradewasa mengalami beberapa kali pergantian kulit, diikuti pertumbuhan tubuh
dan sayap secara bertahap. Serangga yang termasuk dalam tipe ini yaitu ordo
Orthoptera, Hemiptera, dan Homoptera.
c. Metamorfosis Tidak Sempurna
(Hemmimetabola) : hemimetabola memiliki cara hidup yang hampir sama dengan
paurometabola, hanya habitat dari serangga pradewasanya berbeda dengan imagonya.
Stadia dalam perkembangan hidupnya terdiri dari telur, naiad, dan imago. Serangga
pradewasa disebut dengan istilah naiad. Naiad hidup di air, dan
mempunyai alat bernafas semacam insang sedangkan habitat imago habitatnya di
darat atau di udara. Serangga yang memiliki perkembangan hemimetabola adalah
ordo Odonata (Capung).
d. Metamorfosis Sempurna (Holometabola) :
pada tipe ini serangga memiliki empat stadia selama siklus hidupnya, yaitu
telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan imago. Serangga pradewasa disebut larva,
dan memiliki habitat yang berbeda dengan imagonya. Larva merupakan fase yang
aktif makan, sedangkan pupa merupakan bentuk peralihan yang dicirikan dengan
terjadinya perombakan dan penyususunan kembali alat-alat tubuh bagian dalam dan
luar. Serangga yang memiliki perkembangan holometabola yaitu ordo Lepidoptera,
ordo Coleoptera, ordo Hymenoptera.
Kontrol
Hormonal dalam Pertumbuhan dan perkembangan yaituganti kulit dan metamorfosis.
Ganti kulit untuk tumbuh dan berkembang menjadi besar maka tubuh serangga
mengalami proses ganti kulit. Pengelupasan kulit luar terjadi terlebih dahulu
kemudian diganti oleh kulit yang baru. Proses ini disebut dengan pergantian
kulit (ekdisis) dan kulit lama yang terlepas disebut eksuvia (exuviae). Proses
pergantian kulit ini terjadi dengan terbentuknya lapisan endokutikula baru yang
berada di bawah lapisan eksokutikula yang sudah mengeras. Sebelum kulit luar
atau kutikula yang lama mengelupas, epikutikula dan prokutikula yang baru telah
dipersiapkan oleh sel-sel hipodermis (sel-sel epidermis) yang ada dibawahnya,
kemudian sel-sel hipodermis mengeluarkan cairan hormon untuk melancarkan proses
pergantian kulit. Proses membesarnya tubuh serangga sampai ukuran tertentu
terjadi sebelum dinding tubuh atau kutikula baru mengalami proses pengerasan
(sklerotisasi). Serangga ketika pertama kali muncul dari kutikula lamanya akan
berwarna pucat, dan kutikulanya lunak. Dalam waktu satu atau dua jam,
eksokutikula mulai mengeras dan berwarna gelap. Kebanyakan seranggga mengalami
empat sampai delapan kali ganti kulit. Sedangkan metamorfosis merupakan pertumbuhan dan perkembangannya serangga
berganti bentuk selama perkembangan pasca-embrio, dan instar-instar yang
berbeda tidak semuanya serupa. Perubahan selama metamorfosis
dilaksanakan oleh dua proses, histolisis dan histogenesis. Histolisis adalah
suatu proses di mana struktur-struktur larva terpecah hancur menjadi bahan yang
dapat digunakan dalam perkembangan struktur-struktur dewasa. Histogenesis adalah proses
perkembangan struktur-struktur dewasa dari produk-produk histolisis. Sumber-sumber
utama dari bahan untuk histogenesis adalah hemolimf, lemak badan, dan
jaringan-jaringan larut seperti urat-urat daging larva. Metamorfosis serangga
dikontrol oleh
tiga hormon yaitu, PTTH (hormon protorasikotropik) ;
PTTH diproduksi oleh sel-sel neurosekretorik di dalam otak dan merangsang
kelenjar-kelenjar protoraks untuk menghasilkan ekdison, yang merangsang
apolisis dan mendorong pertumbuhan, ekdison, dan JH (hormon juvenil) ; JH dihasilkan
oleh sel-sel di dalam korpora allata dan menghambat metamorfosis, jadi
mendorong perkembangan lebih lanjut larva atau nimfa.
3.4 Reproduksi Serangga
Sebagian besar
serangga membiak secara seksual, bagian yang lain secara aseksual atau
partenogenetik. Sistem reproduksi jantan berfungsi memproduksi dan
menyampaikan atau mengantarkan spermatozoa.
Sistem
reproduksi betina berfungsi memproduksi dan menyimpan telur, menyimpan
spermatozoa, sebagai tempat pembuahan, dan meletakkan telur atau melahirkan
larva atau nimfa.
Sistem reproduksi jantan terdapat di
bagian belakang abdomen, terdiri dari dari sepasang gonad yang disebut sebagai
testes (ganda; testis = tunggal), yang dihubungkan oleh tabung-tabung yang
bermuara dalam aedeagus atau penis. Pada dasarnya sistem ini sama pada semua
serangga, meskipun bervariasi menurut jenisnya. Testis ada sepasang (dua),
bilateral, namun ada yang menyatu (fusi) di tengah (misal pada Lepidoptera).
Tiap testis terdiri dari sejumlah folikel, terbungkus oleh jaringan alat (connective
tissue). Tiap folikel terbungkus oleh selapis sel-sel epitel.
Spermatogenesis atau produksi spermatozoa terjadi di dalam folikel, oleh
sel-sel lembaga (germ cells) melalui pembagian sel meiosis. Tiap folikel
dari ujung sampai pangkalnya dapat dibagi dalam beberapa zona yang menunjukkan
fase-fase spermatogenesis : Bagian paling ujung adalah germarium atau zona
spermatogenia terdiri dari sel-sel lembaga atau spermatogenia. Zona pertumbuhan
atau zona spermatosit : pada bagian ini spermatogenia membagi secara mitosis
beberapa kali membentuk spermatosit primer berkelompok-kelompok terbungkus oleh
sel-sel somatik, Zona reduksi dan pematangan : di bagian ini spermatosit
primer (2n) mengalami meiosis (2n � 1n) menjadi sel-sel
haploid, menghasilkan spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder ini
kemudian menjadi spermatik dan Zona transformasi : di sini spermatid berkembang
menjadi spermatozoa.
Sistem reproduksi betina terdiri dari sepasang
gonand atau ovari (ovary), yang dihubungkan oleh tabung-tabung ke vagina
yang mempunyai bukaan di luar. Ovari memproduksi telur dan terdiri dari
beberapa sampai banyak ovariol, yang merupakan unit yang fungsional. Pada ujung
ovari terdapat benang terminal (terminal filament) yang merupakan
kumpulan dari benang-benang ovariol. Pada dasar ovariol ada saluran pendek-kecil disebut pedisel (pedicel).
Tiap ovariol dari ovari (satu ovari) bermura di kaliks (calyx) dan
kaliks berhubungan dengan saluran telur lateral (lateral duct).
Dua saluran telur
lateral, masing-masing dari ovari kiri dan kanan, bertemu menyatu di saluran
telur bersama (common oviduct). Saluran telur bersama berhubungan
dengan bursa kopulatriks (bursa copulatrix) atau vagina yang mempunyai
bukaan di luar. Spermateka (spermatheca) atau kantung sperma
umumnya tidak berpasangan, bermuara di vagina atau saluran telur bersama.
Kelenjar penyerta
dapat berpasangan atau hanya satu juga bermuara di vagina atau di saluran telur
bersama. Umumnya memproduksi bahan likat untuk menempelkan telur pada substrat
atau bahan pembungkus telur-telur menjadi paket telur, misalnya ooteka belalang
sembah (Mantidae), belalang lapangan (Acrididae) dan lipas (Blattidae).
Oogenis merupakan
pembentukan telur terjadi di dalam ovariol. Proses oogenesis ini dapat
terselesaikan sebelum atau sesudah serangga menjadi imago.
Germarium terdapat di ujung ovariol dan
vitelarium di pangkalnya. Germarium mengandung sel-sel lembaga disebut oogonia
yang membagi diri secara mitosis dan menjadi oosit nantinya.
Tiap oosit yang
sedang berkembang diselubungi oleh sel epitel folikel; oosit dan lapisan sel
epitel itu adalah folikel. Jika sel telur telah matang maka telur
itu bergerak ke luar dari ovariol; proses ini disebut ovulasi. Sel-sel epitel
tertinggal di dalam ovariol dan akhirnya hancur.
Serangga di alam ini sangat
beragam, ada yang merugikan ada juga yang menguntungkan tergantung kita melihat
pandangan serangga itu seperti apa dan cara kita memanajemen nya. Seharusnya
kita belajar pada perilaku serangga karena banyak manfaat dari kehidupan
serangga salah satu nya berkerja sama dalam mengejakan suatu pekerjaan, dan
selalu membela kelompok nya yang diganggu sehingga kelangsungan kehidupan
serangga dapat bertahan hidup lama.
Dan dampak negatif serangga
seperti gejala yang ditimbulkan oleh hama tanaman tidak selalu sama antara satu
tanaman dengan yang lain tergantung dari jenis hama dan tipe alat mulut, ada
beberapa tipe alat mulut hama tanaman diantaranya adalah menggigit mengunyah,
menusuk menghisap, dan meraut menghisap sehingga kerusakan yang ditimbulkan
berbeda. Akan tetapi saat menganalisa suatu penyakit seharusnya kita lebih
bijak untuk memutuskan penyebab penyakit tersebut karena penyebab penyakit yang
berbeda dapat menimbulkan gejala yang sama pada inangnya dan tanda penyakit
pada suatu tanaman perlu diperhatikan kemungkinan adanya patogen sekunder atau
saprofit yang menyerang bagian tanaman yang sudah terinfeksi pada tingkat
lanjut.
Semoga laporan ini bermanfaat
bagi yang membaca dan mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan
laporan ini. Saya juga sangat menghargai kritik dan saran yang Anda berikan.
Campbell, dkk. 2003.
Biologi jilid 2. Jakarta: Erlangga
Hidayat.2012.Reproduksi
Serangga. http://web.ipb.ac.id. Akses 17
Maret 2012
Kimball, John W. 1999.
Biologi jilid 3. Jakarta: Erlangga
Sasmitamihardja, Drajad, dkk. 1990.
Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. Bandung: FMIPA ITB